Hanya sedikit pendekar dalam sejarah yang menginspirasi begitu banyak kisah seperti Miyamoto Musashi. Ia adalah samurai paling tersohor di Jepang.
Sejarawan Hitomi Tonomura mengenang betapa mendalamnya legenda Minyamoto Musashi membentuk permainan masa kecil di Jepang. Tonomura mengenang bagaimana ia dan seorang temannya berduel menggunakan tongkat, meniru teknik dua pedang Musashi. “Anak mana yang tidak mengenal Musashi!” katanya.
Dipuja karena keahliannya yang tak tertandingi, Musashi diabadikan dalam seni, sastra, film, teater, dan manga. Dan kini, dalam gim video yang baru dirilis, Ghost of Yōtei.
Menurut Nate Fox, direktur kreatif di Sucker Punch, gim tersebut terinspirasi langsung oleh Book of Five Rings karya Musashi. “Terutama dalam hal improvisasi dan tanpa henti mencari setiap keuntungan dalam pertempuran,” jelas Fox.
Empat abad berlalu setelah kematian samurai terhebat dalam sejarah Jepang itu. Inilah yang diungkapkan sejarah tentang ikon budaya Jepang yang paling abadi.
Siapakah Miyamoto Musashi yang sebenarnya?
Hal pertama yang perlu diketahui tentang Musashi adalah bahwa kita sebenarnya hanya tahu sedikit tentangnya secara pasti. Segala sesuatu, mulai dari namanya hingga tahun kelahirannya, masih menjadi bahan perdebatan di antara para cendekiawan.
Kita tahu bahwa Musashi adalah seorang samurai terampil yang lahir pada awal tahun 1580-an dan meninggal pada tahun 1645. Nama “Miyamoto Musashi” adalah salah satu dari beberapa nama yang ia gunakan sepanjang hidupnya. Namun itu bukanlah nama pemberiannya saat lahir maupun nama yang tertera pada tugu peringatannya.
Para ahli berpendapat bahwa kemungkinan besar Musashi diadopsi. Cendekiawan Alexander Bennett berpendapat bahwa, berdasarkan dokumentasi tentang perilaku dan hubungannya, Musashi mungkin memiliki masalah spektrum autisme.
Musashi terkenal karena mendirikan Sekolah Dua Pedang (School of Two Swords) dan dianggap sebagai kensei (santo pedang).
Namun, seperti kebanyakan samurai pada masa itu, bakat Musashi jauh melampaui pertempuran. Musashi mencapai usia dewasa pada tahun-tahun terakhir periode Negara-Negara Berperang Jepang. Periode itu merupakan era satu abad konflik sipil yang berakhir dengan bangkitnya Keshogunan Tokugawa pada tahun 1603.
Ketika perdamaian mulai terwujud, kelas samurai harus mendefinisikan ulang peran mereka. Samurai beralih dari prajurit medan perang menjadi cendekiawan, birokrat, dan seniman.
Dalam bukunya Miyamoto Musashi: His Life and Writings, seniman bela diri dan sosiolog Kenji Tokitsu menggambarkan Musashi. Menurutnya, Musashi bagai sosok yang mengingatkan pada Leonardo da Vinci.
“Karena perluasan seninya ke dalam begitu banyak bidang dan cara ia menjelajahi batas-batas pengetahuan pada masanya,” tulisnya. Musashi adalah seorang pelukis sumi-e (lukisan tinta monokrom) yang ulung, seorang pematung dan kaligrafer.
Menjelang akhir hayatnya, Musashi menulis karyanya yang paling abadi—seperangkat gulungan yang dikenal sebagai The Book of Five Rings. Di dalamnya, Musashi menulis bahwa seorang prajurit harus menjaga pikiran tetap tenang dan terpusat, tidak pernah membiarkan emosi atau gangguan mendikte tindakan.
Tulisan-tulisan tersebut terutama merupakan nasihat bagi sesama prajurit. Tapi, tulisan-tulisan ini mengandung pelajaran strategi dan filsafat yang terus memengaruhi dunia modern saat ini.
Menciptakan legenda
Banyak hal yang kita ketahui tentang Musashi bukan berasal dari sejarah, melainkan dari legenda. Selama berabad-abad, para pendongeng telah mengisi kekosongan dalam biografinya dengan duel, persaingan, dan prestasi yang nyaris ajaib.
Menurut Musashi sendiri, ia bertarung dan membunuh seorang pria dalam pertarungan tunggal di usia 13 tahun. Pendekar pedang ini juga mengklaim telah bertarung dan memenangkan lebih dari 60 duel. Jumlah yang besar, bahkan untuk seorang samurai ulung.
Duelnya yang paling terkenal adalah melawan prajurit Sasaki Kojirō (juga dikenal sebagai Ganryū). Musashi mengatakan bahwa ia mengakhiri pertarungan dengan satu tebasan pedang kayu. Namun, terlepas dari banyaknya penceritaan ulang dan bahkan sebuah patung peringatan di Pulau Ganryū, ada kemungkinan Kojirō sendiri tidak pernah ada.
Kehidupan Musashi dengan cepat menjadi subjek favorit bagi para seniman dan penulis drama. Ia muncul dalam berbagai karya, mulai dari drama Kabuki hingga lukisan.
Banyak di antaranya berusia ratusan tahun. Bennett mengatakan bahwa karya-karya tersebut pada dasarnya berfungsi sebagai karya seni penggemar, bukan dokumentasi sejarah.
Berabad-abad kemudian, Musashi terlahir kembali untuk audiens yang baru. Pada tahun 1935, penulis Yoshikawa Eiji memulai serangkaian cerita tentang Musashi di sebuah surat kabar Tokyo. Cerita-cerita ini berlanjut selama 4 tahun dan akhirnya dikompilasi menjadi sebuah buku.
Karyanya memperkenalkan kembali Musashi kepada pembaca Jepang pada umumnya. Meskipun cerita-cerita ini hampir seluruhnya fiksi, sebagian besar penggambaran Musashi di masa modern sangat dipengaruhi oleh karya Eiji.
Kehidupan Musashi mungkin diselimuti mitos, tetapi pengaruhnya tak terbantahkan. Gagasannya tentang fokus dan penguasaan diri masih bergema—dari studio seni bela diri hingga budaya pop modern.
“Musashi adalah ahli duel sejati,” kata Fox. “Kisahnya tentang menentang konvensi dan meraih kemenangan sungguh inspiratif.”
Sumber : Nasional Geographic Indonesia


0 Komentar